Jumat, 18 Oktober 2019

Negara Bangsa dan Perang Korupsi

Menulis tentang korupsi adalah sesuatu yang sulit dan sangat menguras pikiran, mengapa demikian? Korupsi saat ini sudah mejadi budaya. Suatu prilaku yang di anggap wajar sebab tidak ada cara lain untuk menjadi kaya dalam Negara bangsa yang sudah menganut sistem demokrasi. Demokrasi yang dalam pengertiaan masih ambigu, satu sisi demokrasi pancasila/demokrasi rakyat, pada sisi lain demokrasi yang di anut adalah demokrasi liberal (asas kebebasan bukan kesetaraan).  Inilah yang membuat para pembuat dan penegak kebijakan menjadi kaku bahkan bingung mengambil keputusan. Pada kasus tertentu menindak sesuai hukum, pada kasus lain hukum melanggar hak asasi(jika koruptor di hokum mati). Dan akhirnya para koruptor di beri komisi, publik akan menilai bahkan mengikuti dengan asumsi bahwa tidak masalah korupsi, kalaupun di hukum akan akan bebas juga.
Sebagai orang muda awan yang hidup dalam dalam kemasyarakatan Negara Bangsa Indonesia ini, penulis ingin mengeneralisasi korupsi dalam dua sudut pandang. Pertama sudut pandang falsafah dan kehidupan yaitu yang kuat akan mengalahkan lemah. Manusia sebagai salah satu makluk hidup yang di ciptakan Tuhan yang maha esa, yang dengan kelebihan akalnya menjadi lebih unggul dari makluk hidup lain(teori evolusi). Seperti yang kita ketahui bahwa hukum hidup adalah makan, mau makan harus kerja, tidak kerja tidak makan, tidak makan pasti mati. Demi mempertahan hidupnya dalam kerja manusia harus bersaing, yang kuat bertahan yang lemah akan mati(inilah bentuknya sistem liberalisasi). Menjadikan manusia rakus dan serakah, saling membunuh dan menikam, mempertahankan hidup akhirnya yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin dan yang ingin menjadi kaya jalan pintasnya adalah menempuh jalan korupsi uang Negara (uang rakyat) sebagai solusi.
Kedua sudut pandang sejarah kemasyarakatan, dari kemasyarakatan manusia primitive hingga yang modern saat ini dalam riwayatnya, kita di kasihtau bahwa yang kuat mengalahkan yang lemah dan yang maju mengalahkan yang berkembang. Zaman kolonial kita masih sebagai bangsa yang di dalamnya terdiri dari berbagai suku bangsa di perbudak oleh bangsa yang kuat(yang dengan kesombongan mereka mengklain mereka bangsa maju), kita mudah di adu domba demi mendapatkan material untuk kehidupan bangsa mereka. Dan pada akhir abad ke 19 memasuki abad 20, sebagai bansa kita bangkit karena sadar bahwa kita bukan bangsa lemah, bangun dari tidur berkepanjangan selama 350 tahun membuktikan diri bahwa kita kuat dan mampu, yang akhirnya 17 agustus 1945 Negara Bangsa Indonesia di Proklamirkan. Apa sebab ini terjadi? Ini terjadi kerena pendidikan.
Sejak berdirinya Negara ini dan rezim berganti rezim, mulai orde baru embrio menjajah bangsa sendiri (KKN) mulai bermetamorfosis. Reformasi muncul menawarkan solusi, tetapi jalan buntu selalu di temui. Hal ini harus di lihat bahwa orde baru sebagai sebuah sistem yang sampai saat ini masih ada pewaris. Zaman berganti waktu berlalu, akhirnya kitapun berpikir dan terus berpikir, berjuang dan dan terus berjuang dalam memerangi korupsi(rakuserakah). Berbagi lembaga di bentuk dalam menyikapi persoalan ini, namun pertanyaan apa, siapa, kapan, mengapa dan bagamana selalu muncul dalam akal pikiran demi menyelasaikan budaya yang sangat tidak manusiawi ini? Dalam menjawab pertanyaan ini penulis mencoba menjabarkan satu per satu.
Apa sebab budaya korupsi semakin menghegemoni atau dalam bahasa lain penyakit korupsi semakin membias? Jawabannya adalah mental, mental yang di tanamkan kepada generasi mengedepankan materi daripada kemanusian. Uang menjadi Tuhan yang akhirnya baik politik maupun ideologi menjadi komoditi, Tuhan pun di jadikan komoditi dalam pemenuhan kebutuhan materi. Siapa yang melakukan ini, jawabannya adalah manusia-manusia yang menTuhankan Materi. Kapan situasi ini terjadi, dalam pemgantar sudah penulis sampaikan bahwa soal korupsi di Republik ini berembrio sejak Zaman Orde Baru(orde baru yang di maksudkan adalah sistem). Mengapa? Ini karena sistem, sebagai kaum terdidik kita harus jujur bahwa runtuhnya orde lama adalah kemasan asing. Asing penganut sistem liberal, memakai beberapa anak Negri sebagai pemain inti jalannya operasi pembodohan secara masif. Di awal penulis sampaikan bahwa bangkit dan berdirinya Negara ini adalah karena pendidikan, begitupula hancur dan leburnya Negara ini juga karena pendidikan, pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Selagi UU privatisasi pendidikan Indonesia masih berlaku, maka sia-sia berjuang dan berpikir soal pemberantasan Korupsi, sebab manusia di didik menjadi budak, budaknya mereka yang kaya atau budaknya uang (materi). Bagaimana menyikapi persoalan ini ada beberapa hal, pertama untuk situasi aktual (korupsi yang terjadi saat ini), perketat sistem pengawasan, kawal tuntas setiap kasus korupsi. Korupsi yang terjadi saat ini menurut pengamat penulis semacam satu ikatan rantai, saling kait mengkait yang kalau di telusuri semua birokrat adalah pelaku. Inilah kemasan liberalisme dan kapitalisme, menjerat semua politisi demi mengamankan agenda penjajahan baru. Bagi penulis, yang berkuasa di negri ini bukanlah pemerintah tetapi pemodal dan korporatnya. Mengatur jalannya sistem yang sesuai kepentingan mereka dalam menumpukan materi (kekayaan). Rakyat di adu domba dengan pemerintah timbulah konflik vertikal, konflik horizontal di ciptakan jikalau pemerintah tidak mematuhi mereka (para komprador nasional kawin asing). Inilah riilnya situasi bangsa dan korupsi salah satu agenda adu domba. Membangun Negara butuh modal dan pemodal, tetapi pemodal haruslah yang bervisi Kebangsaan. Solusi konkrit Koruptor di Hukum mati, sehingga efek ada jera,  kalaupun kita katakan berbenturan dengan hak asasi manusia (HAM), Bukannya HAM itu produk Asing? Produk Penjajah? Negara ini sudah ada yang namanya HAM yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke 5 Pancasila)
Untuk solusi jangka panjang masyarakat harus di bangkitkan kesadarannya, begitu banyak orang maupun kelompok yang berani dan peduli akan penyakit kronis ini. Maka sebagai generasi baru bangsa, sebagai agen perubahan pemimpin masa depan, dengan cara sendiri atau bersama, masuklah dan terlibatlah dalam arus massa rakyat, kerja dan hidup bersama mereka, berilah ilmu pengetahuan kepada mereka. Terlibat langsung adalah solusi akhir, tetapi sekali-sekali jangan bawa embel-embel politik praktis, sebab itu sangat sensitif yang akhirnya korupsi tetap jadi ahli waris. Sebagai organisasi yang visinya adalah memerangi korupsi misinya harus di perjelas. Korupsi disaat inikah atau masa depan depankah yang mau di perangi? Targetnya harus masa depan, sebab yang saat ini seharunya di perangi di masalalu. Dalam visi masa depan, pendidikan harus turun ke bawah-masuk dalam sel-sel inti masa rakyat. Solusi konkrit soal sistem pendidikan, pendidikan Indonesia kembali seperti yang di tuliskan bapak pendidikan kita dalam buku pertamanya, disana kita akan temukan bahwa anak didik bukan hanya kecerdasan otak dan emosional yang di tumbuhkan tetapi juga kecerdasan spiritualnya. Kembalikan spirit Negara Bangsa Indonesia sesuai amanat UUD 1945 dan Pancasila sebagai Falsafah hidup bermasyarakat.
Sekian dan semoga bermanfaat.
Slogan penulis tentang anti korupsi “ HIDUP HANYA CUKUP MAKAN, CUKUP PAKAIAN DAN TEMPAT TINGGAL, ITU SUDAH CUKUP” sebab jikalau hidup ingin punya segalanya maka harus menimbun uang(kekayaan) atau kalau mau kaya harus berani menabrak hukum (KORUPSI), kalau demikian maka akan ada yang miskin dan semakin miskin.
Juli 2017
Johan Jera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar