Menulis
tentang korupsi adalah sesuatu yang sulit dan sangat menguras pikiran, mengapa
demikian? Korupsi saat ini sudah mejadi budaya. Suatu prilaku yang di anggap
wajar sebab tidak ada cara lain untuk menjadi kaya dalam Negara bangsa yang
sudah menganut sistem demokrasi. Demokrasi yang dalam pengertiaan masih ambigu,
satu sisi demokrasi pancasila/demokrasi rakyat, pada sisi lain demokrasi yang
di anut adalah demokrasi liberal (asas kebebasan bukan kesetaraan).
Inilah yang membuat para pembuat dan penegak kebijakan menjadi kaku bahkan
bingung mengambil keputusan. Pada kasus tertentu menindak sesuai hukum, pada
kasus lain hukum melanggar hak asasi(jika koruptor di hokum mati). Dan akhirnya
para koruptor di beri komisi, publik akan menilai bahkan mengikuti dengan
asumsi bahwa tidak masalah korupsi, kalaupun di hukum akan akan bebas juga.
Sebagai
orang muda awan yang hidup dalam dalam kemasyarakatan Negara Bangsa Indonesia
ini, penulis ingin mengeneralisasi korupsi dalam dua sudut pandang. Pertama
sudut pandang falsafah dan kehidupan yaitu yang kuat akan mengalahkan lemah.
Manusia sebagai salah satu makluk hidup yang di ciptakan Tuhan yang maha esa,
yang dengan kelebihan akalnya menjadi lebih unggul dari makluk hidup lain(teori
evolusi). Seperti yang kita ketahui bahwa hukum hidup adalah makan, mau makan
harus kerja, tidak kerja tidak makan, tidak makan pasti mati. Demi mempertahan
hidupnya dalam kerja manusia harus bersaing, yang kuat bertahan yang lemah akan
mati(inilah bentuknya sistem liberalisasi). Menjadikan manusia rakus dan
serakah, saling membunuh dan menikam, mempertahankan hidup akhirnya yang kaya
semakin kaya, yang miskin semakin miskin dan yang ingin menjadi kaya jalan
pintasnya adalah menempuh jalan korupsi uang Negara (uang rakyat) sebagai
solusi.
Kedua
sudut pandang sejarah kemasyarakatan, dari kemasyarakatan manusia primitive
hingga yang modern saat ini dalam riwayatnya, kita di kasihtau bahwa yang kuat
mengalahkan yang lemah dan yang maju mengalahkan yang berkembang. Zaman
kolonial kita masih sebagai bangsa yang di dalamnya terdiri dari berbagai suku
bangsa di perbudak oleh bangsa yang kuat(yang dengan kesombongan mereka
mengklain mereka bangsa maju), kita mudah di adu domba demi mendapatkan
material untuk kehidupan bangsa mereka. Dan pada akhir abad ke 19 memasuki abad
20, sebagai bansa kita bangkit karena sadar bahwa kita bukan bangsa lemah,
bangun dari tidur berkepanjangan selama 350 tahun membuktikan diri bahwa kita
kuat dan mampu, yang akhirnya 17 agustus 1945 Negara Bangsa Indonesia di
Proklamirkan. Apa sebab ini terjadi? Ini terjadi kerena pendidikan.
Sejak
berdirinya Negara ini dan rezim berganti rezim, mulai orde baru embrio menjajah
bangsa sendiri (KKN) mulai bermetamorfosis. Reformasi muncul menawarkan solusi,
tetapi jalan buntu selalu di temui. Hal ini harus di lihat bahwa orde baru
sebagai sebuah sistem yang sampai saat ini masih ada pewaris. Zaman berganti
waktu berlalu, akhirnya kitapun berpikir dan terus berpikir, berjuang dan dan
terus berjuang dalam memerangi korupsi(rakuserakah). Berbagi lembaga di bentuk
dalam menyikapi persoalan ini, namun pertanyaan apa, siapa, kapan, mengapa dan
bagamana selalu muncul dalam akal pikiran demi menyelasaikan budaya yang sangat
tidak manusiawi ini? Dalam menjawab pertanyaan ini penulis mencoba menjabarkan
satu per satu.
Apa sebab budaya korupsi semakin
menghegemoni atau dalam bahasa lain penyakit korupsi semakin membias?
Jawabannya adalah mental, mental yang di tanamkan kepada generasi mengedepankan
materi daripada kemanusian. Uang menjadi Tuhan yang akhirnya baik politik
maupun ideologi menjadi komoditi, Tuhan pun di jadikan komoditi dalam pemenuhan
kebutuhan materi. Siapa yang melakukan ini, jawabannya adalah
manusia-manusia yang menTuhankan Materi. Kapan situasi ini terjadi,
dalam pemgantar sudah penulis sampaikan bahwa soal korupsi di Republik ini
berembrio sejak Zaman Orde Baru(orde baru yang di maksudkan adalah sistem). Mengapa?
Ini karena sistem, sebagai kaum terdidik kita harus jujur bahwa runtuhnya orde
lama adalah kemasan asing. Asing penganut sistem liberal, memakai beberapa anak
Negri sebagai pemain inti jalannya operasi pembodohan secara masif. Di awal
penulis sampaikan bahwa bangkit dan berdirinya Negara ini adalah karena
pendidikan, begitupula hancur dan leburnya Negara ini juga karena pendidikan,
pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Selagi UU privatisasi pendidikan
Indonesia masih berlaku, maka sia-sia berjuang dan berpikir soal pemberantasan
Korupsi, sebab manusia di didik menjadi budak, budaknya mereka yang kaya atau
budaknya uang (materi). Bagaimana menyikapi persoalan ini ada beberapa
hal, pertama untuk situasi aktual (korupsi yang terjadi saat ini), perketat
sistem pengawasan, kawal tuntas setiap kasus korupsi. Korupsi yang terjadi saat
ini menurut pengamat penulis semacam satu ikatan rantai, saling kait mengkait
yang kalau di telusuri semua birokrat adalah pelaku. Inilah kemasan liberalisme
dan kapitalisme, menjerat semua politisi demi mengamankan agenda penjajahan
baru. Bagi penulis, yang berkuasa di negri ini bukanlah pemerintah tetapi
pemodal dan korporatnya. Mengatur jalannya sistem yang sesuai kepentingan
mereka dalam menumpukan materi (kekayaan). Rakyat di adu domba dengan
pemerintah timbulah konflik vertikal, konflik horizontal di ciptakan jikalau
pemerintah tidak mematuhi mereka (para komprador nasional kawin asing). Inilah
riilnya situasi bangsa dan korupsi salah satu agenda adu domba. Membangun
Negara butuh modal dan pemodal, tetapi pemodal haruslah yang bervisi
Kebangsaan. Solusi konkrit Koruptor di Hukum mati, sehingga efek ada
jera, kalaupun kita katakan berbenturan dengan hak asasi manusia (HAM),
Bukannya HAM itu produk Asing? Produk Penjajah? Negara ini sudah ada yang
namanya HAM yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke 5
Pancasila)
Untuk
solusi jangka panjang masyarakat harus di bangkitkan kesadarannya, begitu
banyak orang maupun kelompok yang berani dan peduli akan penyakit kronis ini.
Maka sebagai generasi baru bangsa, sebagai agen perubahan pemimpin masa depan,
dengan cara sendiri atau bersama, masuklah dan terlibatlah dalam arus massa
rakyat, kerja dan hidup bersama mereka, berilah ilmu pengetahuan kepada mereka.
Terlibat langsung adalah solusi akhir, tetapi sekali-sekali jangan bawa
embel-embel politik praktis, sebab itu sangat sensitif yang akhirnya korupsi
tetap jadi ahli waris. Sebagai organisasi yang visinya adalah memerangi korupsi
misinya harus di perjelas. Korupsi disaat inikah atau masa depan depankah yang
mau di perangi? Targetnya harus masa depan, sebab yang saat ini seharunya di
perangi di masalalu. Dalam visi masa depan, pendidikan harus turun ke
bawah-masuk dalam sel-sel inti masa rakyat. Solusi konkrit soal sistem
pendidikan, pendidikan Indonesia kembali seperti yang di tuliskan bapak
pendidikan kita dalam buku pertamanya, disana kita akan temukan bahwa anak
didik bukan hanya kecerdasan otak dan emosional yang di tumbuhkan tetapi juga
kecerdasan spiritualnya. Kembalikan spirit Negara Bangsa Indonesia sesuai
amanat UUD 1945 dan Pancasila sebagai Falsafah hidup bermasyarakat.
Sekian
dan semoga bermanfaat.
Slogan
penulis tentang anti korupsi “ HIDUP HANYA CUKUP MAKAN, CUKUP PAKAIAN DAN
TEMPAT TINGGAL, ITU SUDAH CUKUP” sebab jikalau hidup ingin punya segalanya maka
harus menimbun uang(kekayaan) atau kalau mau kaya harus berani menabrak hukum
(KORUPSI), kalau demikian maka akan ada yang miskin dan semakin miskin.
Juli 2017
Johan Jera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar